Jakarta

Thursday, December 12, 2013

MUALAF

Salah satu teman baru di kantor ada yang seorang mualaf. Akhirnya baru kemarin aku bisa ngobrol dengannya. Aku utarakan keinginan aku untuk mengetahui alasan apa ketika ia pertama kali memutuskan menjadi seorang mualaf, dengan minta izin terlebih dahulu tentunya, jika ia tidak keberatan sharing. Aku memang selalu ingin tau, apa yang menjadi alasan seorang mualaf dan bagaimana proses dari orang-orang pilihan Allah SWT itu dalam mendapatkan hidayah.

Keinginan yang sama ketika di salah satu kantor lama ku, ada seorang teman yang juga menjadi seorang mualaf. Dia yang selalu mengikuti ku, ketika aku akan pergi ke mushola untuk menunaikan kewajiban sholat lima waktu. Dia yang selalu memperhatikan aku sholat dari pojok ruangan dekat pintu masuk mushola. Dia yang tiba-tiba membuat aku menangis haru sambil memeluknya, ketika dia mengatakan akan mengucapkan 2 kalimat syahadat esok hari. Aku hanya bisa berkata "terima kasih, semoga tetap istiqomah" dalam tangis dan peluk erat ku kepadanya. Dan ketika puasa Ramadhan pertamanya, aku berniat membimbingnya untuk membaca niat puasa dan buka puasa. Amazing, ternyata dia sudah hapal. Lalu aku beranikan diri untuk bertanya kepadanya, kenapa memilih untuk pindah keyakinan dan memilih Islam. Ternyata dia memang sudah mempelajari Islam selama 2 tahun sebelum benar-benar mantap mengucap syahadat. Dia berkata, "aku sudah tidak sreg dengan agamaku. Ketika aku datang ke rumah ibadah ku, aku melihat orang-orang yang datang beribadah mengunakan pakaian duniawi yang glamour lengkap dengan perhiasan duniawi. Aku yang datang dengan pakaian seadanya, menjadi santapan tatapan sinis orang-orang itu. Apakah begini orang yang ingin menghadap Tuhannya? Sejak itu aku jadi tidak sreg dengan agamaku" sambil menghela nafas. "Beda dengan Islam, para wanita menggunakan pakaian yang sama yang menutup auratnya ketika ingin menghadap penciptanya. Saat berdialog dengan Tuhannya, masing-masing dengan urusan nya sendiri-sendiri mengadu kepada Sang Pencipta. Semua ibadahnya tergantung ke khusukkan masing-masing, tidak lagi memperdulikan orang lain. Itu yang mmembuat mataku terbuka dan hati ku berkata inilah cara ibadah yang sreg di hatiku"

Sedangkan cerita teman kantorku beda lagi. Dia selalu bermimpi berada di mesjid, sholat ditemani oleh para ulama. "Aku tidak pernah mendapatkan ketenangan ketika berada di rumah ibadah gw. Tapi gw bisa sampe nangis kalo sholat di mesjid, menangis ketika bersujud di atas sajadah. Jantung gw berdetak kencang dan hati gw bergetar ketika gw mendengar suara adzan. Gw mendapatkan kedamaian dalam agama Islam. Gw merasa kitab suci agama gw itu buatan manusia, bukan Kitab Suci yang benar-benar datang firman nya dari Sang Pencipta." dia bercerita dengan antusias. "Gw tetap dengan keyakinan gw, ketika gw di asingkan oleh keluarga gw. Walaupun gw hidup susah dan terlunta-lunta di jalan, gw tetap keyakinan gw. Dan kini semua keluarga gw sudah menerima dan Subhanallah....kini mereka juga sudah memeluk Islam semua. Bahkan papa gw sudah berhaji" ucapnya mengakhiri ceritanya. Subhanallah... Aku terharu mendengarnya. Dan aku mengatakan hal yang selalu aku katakan kepada semua mualaf yang ku kenal "terima kasih, semoga selalu istiqomah yah. Lo adalah orang pilihan Allah SWT yang dipilih untuk mendapatkan HidayahNya, tidak semua orang bisa menjadi orang special sperti Lo dan kadang gw suka iri sama seorang Mualaf" ucapku sambil tersenyum.

Jakarta, 12 Des'13, true story seperti yang dikisahkkan oleh kedua mualaf di atas.

No comments:

Post a Comment