Jakarta

Tuesday, December 31, 2013

SEBUAH HIKMAH

Aku sedang berada dalam suatu kepengurusan.

Tapi entah mengapa, semangatku tidak seperti semangat ketika aku berada di suatu kepengurusan yang sama.

Dulu aku begitu semangat dan antusias. Apapun yang diminta oleh teman-temanku untuk aku kerjakan yang diluar jobdesk ku, aku selalu semangat mengerjakannya.

Tapi sekarang aku hanya ingin ikut campur pada jobdesk, aku tidak mau terlalu ikut campur untuk hal lain. Toh sudah banyak yang urus, semua sudah ingin banyak mengurus segala hal.

"Aku cuma akan bicara bila diminta berbicara, toh semua tidak ada yang salah kan, karena aku akan bicara bila kalian ada yang salah, semua yang kalian bicarakan itu benar dan tidak ada yang salah kan?" ucap ku sambil tertawa ketika ada yang bertanya aku tidak banyak bicara.

Yang aku ambil hikmah nya adalah jangan pernah melakukan sesuatu jika pada saat itu sedang tidak ingin melakukan sesuatu itu

SUARA HATI

Sebagai manusia kadang punya keinginan untuk cooling down
Ingin punya waktu untuk diri sendiri, tanpa ingin diganggu

Keinginan itu bukan karena ada apa-apa, atau pun karena ada yang salah. Tapi justru untuk menghindari kesalahpahaman.

Tidak ada yang bisa mengerti, kecuali diri kita sendiri
Hanya diri kita lah yang lebih mengetahui, kapan diri kita harus rehat dari hal hal yang merupakan kepentingan orang lain.
Dari hal hal yang selalu menjaga perasaan orang lain, dari hal hal yang harus kita lakukan agar kita dpandang baik dan ramah. Padahal dalam hati kita sedang tidak baik-baik saja.
Padahal dalam diri kita juga sedang ingin di mengerti.

"Hey...perhatikan dirimu sendiri, pikirkan perasaanmu, bahagiakan hatimu dulu agar kamu bisa membahagiakan orang-orang yang ada di sekelilingmu" ucap hati kecilku.

Saturday, December 14, 2013

PESAN SEORANG AYAH

Dua hari lalu, ketika aku sedang berbincang dengan Bapak, aku kembali di ingatkan oleh ucapan beliau saat pertama kali aku bekerja setelah lulus kuliah.

Ucapan yang selalu dan selalu menjadi pijakan dan panduan aku bekerja pada perusahaan orang lain.
"Bekerja lah sepenuh hati. Tunjukan dulu kerja keras, kejujuran serta integritas kamu kepada atasanmu dan perusahaan. Karena mereka nanti pasti akan sadar dan menghargai kamu. Jika kamu sudah melakukan dan memenuhi itu semua, tapi atasan mu tidak sadar juga dan tidak menghargaimu, itu tanda nya atasan mu bukanlah orang yang baik. Carilah rezeky di tempat yang baik dan bergaulah kamu dengan orang-orang yang baik, agar kamu juga ikut menjadi baik" nasehatnya ketika aku memberitahukan bahwa aku akhirnya di terima bekerja di sebuah perusahaan.

Yup, ucapan itu kembali terucap, ketika beliau mengingatkan apa yang beliau pernah ajarkan, saat aku bercerita bahwa perusahaan tempat aku bekerja pertama kali memanggilku untuk bergabung kembali dalam menangani klien mereka yang satu persatu mulai mereka tangani lagi. Aku memang menjaga hubungan baik dengan para owner perusahaan itu. Aku berusaha untuk mengucapkan selamat ulang tahun jika mereka sedang ulang tahun, walau cuma lewat sms. Dan aku pun takjub ketika mereka pun mengucapkan ulang tahun kepadaku juga ketika aku ulang tahun. Aku pun berusaha mampir ke rumah mereka atau ke kantor, ketika kebetulan aku lewat lokasi rumah atau kantor mereka. Dengan mejaga hubungan baik itu, mereka tidak pernah lupa untuk mengundang aku jika mereka menggelar suatu acara, bahkan ketika teman-teman yang lain, alumni kantor itu tidak di undang. Dan kini mereka mempercayai aku untuk ikut membantu mereka kembali.

"Orang lain itu tergantung dari diri kita menperlakukan mereka, kalo kita menjaga sikap kita agar selalu baik terhadap orang lain, orang lain pub begitu. Dalam bekerja pun begitu, makanya dari dulu Bapak wanti-wanti berpesan pada anak-anak Bapak, kita dulu yang harus tunjukan sikap baik kita, Insya Allah hal yang baik pun akan mrngikuti, termasuk rezeky" ucapnya mengulang nasehat.

Jakarta, 14 Des'13, sedang dalam kebimbangan menunggu petunjuk untuk memilih

Thursday, December 12, 2013

MUALAF

Salah satu teman baru di kantor ada yang seorang mualaf. Akhirnya baru kemarin aku bisa ngobrol dengannya. Aku utarakan keinginan aku untuk mengetahui alasan apa ketika ia pertama kali memutuskan menjadi seorang mualaf, dengan minta izin terlebih dahulu tentunya, jika ia tidak keberatan sharing. Aku memang selalu ingin tau, apa yang menjadi alasan seorang mualaf dan bagaimana proses dari orang-orang pilihan Allah SWT itu dalam mendapatkan hidayah.

Keinginan yang sama ketika di salah satu kantor lama ku, ada seorang teman yang juga menjadi seorang mualaf. Dia yang selalu mengikuti ku, ketika aku akan pergi ke mushola untuk menunaikan kewajiban sholat lima waktu. Dia yang selalu memperhatikan aku sholat dari pojok ruangan dekat pintu masuk mushola. Dia yang tiba-tiba membuat aku menangis haru sambil memeluknya, ketika dia mengatakan akan mengucapkan 2 kalimat syahadat esok hari. Aku hanya bisa berkata "terima kasih, semoga tetap istiqomah" dalam tangis dan peluk erat ku kepadanya. Dan ketika puasa Ramadhan pertamanya, aku berniat membimbingnya untuk membaca niat puasa dan buka puasa. Amazing, ternyata dia sudah hapal. Lalu aku beranikan diri untuk bertanya kepadanya, kenapa memilih untuk pindah keyakinan dan memilih Islam. Ternyata dia memang sudah mempelajari Islam selama 2 tahun sebelum benar-benar mantap mengucap syahadat. Dia berkata, "aku sudah tidak sreg dengan agamaku. Ketika aku datang ke rumah ibadah ku, aku melihat orang-orang yang datang beribadah mengunakan pakaian duniawi yang glamour lengkap dengan perhiasan duniawi. Aku yang datang dengan pakaian seadanya, menjadi santapan tatapan sinis orang-orang itu. Apakah begini orang yang ingin menghadap Tuhannya? Sejak itu aku jadi tidak sreg dengan agamaku" sambil menghela nafas. "Beda dengan Islam, para wanita menggunakan pakaian yang sama yang menutup auratnya ketika ingin menghadap penciptanya. Saat berdialog dengan Tuhannya, masing-masing dengan urusan nya sendiri-sendiri mengadu kepada Sang Pencipta. Semua ibadahnya tergantung ke khusukkan masing-masing, tidak lagi memperdulikan orang lain. Itu yang mmembuat mataku terbuka dan hati ku berkata inilah cara ibadah yang sreg di hatiku"

Sedangkan cerita teman kantorku beda lagi. Dia selalu bermimpi berada di mesjid, sholat ditemani oleh para ulama. "Aku tidak pernah mendapatkan ketenangan ketika berada di rumah ibadah gw. Tapi gw bisa sampe nangis kalo sholat di mesjid, menangis ketika bersujud di atas sajadah. Jantung gw berdetak kencang dan hati gw bergetar ketika gw mendengar suara adzan. Gw mendapatkan kedamaian dalam agama Islam. Gw merasa kitab suci agama gw itu buatan manusia, bukan Kitab Suci yang benar-benar datang firman nya dari Sang Pencipta." dia bercerita dengan antusias. "Gw tetap dengan keyakinan gw, ketika gw di asingkan oleh keluarga gw. Walaupun gw hidup susah dan terlunta-lunta di jalan, gw tetap keyakinan gw. Dan kini semua keluarga gw sudah menerima dan Subhanallah....kini mereka juga sudah memeluk Islam semua. Bahkan papa gw sudah berhaji" ucapnya mengakhiri ceritanya. Subhanallah... Aku terharu mendengarnya. Dan aku mengatakan hal yang selalu aku katakan kepada semua mualaf yang ku kenal "terima kasih, semoga selalu istiqomah yah. Lo adalah orang pilihan Allah SWT yang dipilih untuk mendapatkan HidayahNya, tidak semua orang bisa menjadi orang special sperti Lo dan kadang gw suka iri sama seorang Mualaf" ucapku sambil tersenyum.

Jakarta, 12 Des'13, true story seperti yang dikisahkkan oleh kedua mualaf di atas.

Tuesday, December 3, 2013

SUAMIMU ADALAH BOSKU - Section 3

Tarhim menjelang Adzan subuh telah berkumandang, bertepatan dengan alarm ponsel ku. Aku memang sengaja menyetel alarm pada pukul 3.55. Agar aku bisa sholat berjamaah di mesjid dekat rumah.
"Aakkhh, aw sakit sekali kepalaku, badan juga terasa sakit semua, seperti nya aku juga demam" ucapku sambil meraba keningku sendiri. Badanku menggigil kedinginan, ku tarik lagi selimut biru yang tadi telah kusingkirkan. Istri ku terbangun, rupanya selimut yg tadi kutarik terasa olehnya. "Lho mas, kok tidur lagi? Tidak shubuh berjamaah di masjid?" Tanya istriku ketika melihat aku kembali merebahkan badanku. "Badanku menggigil de... diiingiiin" jawabku terbata-bata. "Astagfirullah...mas kamu demam, panas sekali" ucap istriku panik sambil memegang dahiku. "ya sudah, sholat di rumah saja, kl tidak kuat berdiri, sholatnya tiduran saja. Aku mau ambil termometer, alat kompres dan membuat teh panas dulu yah" lanjut istriku dan kemudian keluar dari kamar.

Ya ampuuun, karena pshikis ku yang tidak karuan ternyata juga berpengaruh pada fisikku. Kejadian yang aku alami beberapa hari ini yaitu pertemuan ku dengan orang dari masa lalu aku, sangat menguras emosi dan fikiran aku. Entah lah, aku tidak tau, perasaan dan fikiran ku ini imbas dari kesalahanku atau...aku cemburu? Aahh apakah aku masih mencintai Icha? "Ya Tuhan... Apa memang aku benar-benar masih sangat mencintai Icha?" Gumam ku pelan. "Tidak, ini tidak boleh terjadi, Icha sudah menjadi istri orang, aku pun begitu" tanpa sadar aku menggelengkan kepala. Aku harus bisa mengatasi ini semua, aku harus berpijak pada kenyataan hidup. Mungkin ini semua adalah teguran untukku, bahwa semua kesalahan ku di masa lalu, sampai kapanpun akan ada imbalannya. Sebab yang baik, akan mendapatkan akibat yang baik, begitu pun sebaliknya, kita akan mendapat akibat nya buruk jika kita memiliki sebab yang buruk. Ini semua menjadi pelajaran berharga bagi diriku, agar aku lebih dapat bersikap baik terhadap orang lain.

Aku pun beranjak dari tempat tidur untuk mengambil air wudhu untuk kemudian sholat subuh, ku tunaikan kewajiban 2 rakaat pagi ini dan memohon ampun atas dosa dan kesalahanku di masa lalu, terutama kepada Icha, agar aku ikhlas menerima kenyataan tentang Icha, mantan kekasihku yang kini menjadi istri bos ku.  (TAMAT)


SUAMIMU ADALAH BOS KU - Section 2

Senin pagi...malas rasanya kakiku melangkah menuju kantor. Alam semesta sepertinya mendukung rasa malasku, langit mendung dan hampir gelap di atas sana...memberi background yang tepat untuk ku memulai hari dan minggu ini...pasca pertemuanku yang pertama, sejak terakhir kali bertemu 4 tahun yang lalu dengan Icha...
"Ada apa Mas? Kok tidak seperti biasanya? Sakit? Kalo sakit, ya tidak perlu dipaksakan ke kantor...izin saja" tanya istriku. Sepertinya dia melihat gelagat yang tidak biasa  pada diriku. "ah tidak ada apa-apa kok De', mungkin lelah saja..." jawabku sekenanya, sungguh aku tidak dapat konsentrasi pada hidupku hari ini...jiwaku belum menyatu dengan raga sejak aku membaca undangan pernikahan bosku kala itu.
Perjalanan menuju kantor yang biasanya kutempuh hanya dalam waktu 30menit menjadi molor hingga 45menit, dari biasanya aku termasuk yang datang paling pagi - bukan karena kondisiku yang masih manajer baru, tapi aku memang paling anti untuk masuk kantor telat atau bahkan mepet batas waktu absen datang -...hari ini aku datang hampir telat.

Sepanjang perjalanan, aku terus saja dihantui perasaan bersalah akan masa laluku...bayang-bayang wajah Icha, Ayahnya, Mamanya, seakan terus tampil di  retina mataku...aku hanya bisa mengusirnya sejauh 5 cm saja dari bola mataku...sungguh mengganggu ku saat mengendarai mobil tua peninggalan ayah...
Aktivitas di kantor menjadi tidak semenarik hari-hari sebelumnya...aku seperti tidak mempunyai gairah. Membosankan...waktu berjalan lambat...
Rupanya ada beberapa teman yang memperhatikan perubahan pada diriku... "Mas Adit, kenapa yaaaaa??? Kok tidak seperti biasanya? Kemana Mas Adit yang 'asyiiik' dan supel ituu?" tanya Tita dengan gaya 'khas'-nya. Aku hanya membalas pertanyaan Tita dengan senyum tersungging saja...
"Hai Dit, what happened atuh? Kok seperti habis ketiban patung liberty...dari pagi sampe sekarang kelihatan murung dan seperti ngga punya jiwa...mata lu kosong Dit. Ada apa?" Wisnu mendatangi mejaku ku saat aku sedang (mencoba) menikmati bekal makan siangku, olahan istriku subuh tadi.
"ah tidak ada-apa kok Wis. Masa sih ada yang beda?" responku atas pertanyaan Wisnu.

******

"Maaf Kak, saya sungguh tidak bohong. Sulit sekali mencari barang itu...Saya sudah mencoba mencari kemana-mana namun tidak dapat menemukannya. Saya siap menerima hukuman" ucap seorang mahasiswi  baru kepadaku..enak sekali suaranya...terasa seperti sebuah dendang lagu yang keluar dari mulut 'Enya'.
"Siapa namamu?" tanyaku kepada mahasiswi baru itu...
"Polytron, Kak" jawabnya. ..duh merdu sekali suaranyaaaaaaa...teriakku dalam hati.
"bukan nama Ospek-mu,  nama asli mu siapa?" tanyaku lagi dengan intonasi yang sengaja kubuat lebih tegas dan (sok) berwibawa...hahahahaha... - di kampus kami memang mempunyai budaya ospek yang unik, setiap mahasiswa-mahasiswi diwajibkan memilih nama panggilan selama masa 'orientasi pengenalan kampus' (ospek) dengan nama merk-merk dagang yang beredar di Indonesia.
"nama lengkap saya...Raden Roro Siti Aisha Tirtapraja, biasa dipanggil Icha oleh keluarga dan teman-teman saya, Kak" jawab si Mahasiswi pemilik suara 'Enya' tersebut, sambil mendongakkan kepalanya, yang selalu ditundukkan sepanjang 'obrolan' senior dan junior berlangsung.
'...waaah maniiis...matanya bagus, unik...' kegiranganku dalam silent mode...
"terima kasih atas info namanya, nama saya Adit, panjangnya Adit Perdana Sasmito. Panggil saja Adit" responku dengan cepat sebelum si makhluk manis bermata unik dan indah ini menundukkan kembali kepalanya, dan sebelum rekan-rekanku sesama senior mendengar perbincangan kami.
Icha tersenyum...

******

"Woy Dit, helllooooo..." tegur Wisnu kepadaku, agak keras...mengagetkanku, menyadarkanku dari lamunan beberapa detik ke waktu dimana aku dan Icha pertama kali bertemu.
"maaf...maaf...maaf kawan" aku berdiri, membereskan box plastik makan siangku yang berwarna hijau dan berjalan menuju dapur untuk mencuci peralatan makanku...
Siang hingga sore aku mencoba untuk berkonsentrasi pada beban kerja yang menjadi tanggung jawabku. Berusaha keras untuk tidak terjebak dengan melankolis masa lalu...namuuun...berat sekali...masa lalu itu berkelebatan di depan mata ku...bergantian 'mengganggu'-ku...

Posted on Tuesday, November 26, 2013 on dwiks.com